Jumat, 11 Februari 2011

OUR STORY TOGETHER

Tokoh : Gitsya

Boy

Anisa

Suatu hari ada seorang gadis bernama Gitsya berjalan dari komplek rumahnya menuju halte bus yang letaknya tak jauh dari sana . Saat asik berjalan sambil mendengarkan musik lewat i-pod nya juga ikut bernyanyi riang , tiba tiba ada laki laki yang berlarian sembari di kejar oleh wanita separuh baya di belakangya, dan..... yaps kena ! Gitsya di tabrak laki laki itu, laki laki itu tidak menengok ke arah Gitsya juga tidak mengucapkan maaf . Ternyata orang yang mengejarnya yang mengucapkan maaf . “Aduh de maafkan Revan , dia tidak sengaja , dan permisi”kata wanita separuh baya tersebut sambil berlari kembali mengejar laki laki itu . “Huft dasar tu orang , kenpa harus ibu itu yang minta maaf , emm namanya Revan , awas aja tu orang ! ibu itu juga ga sengaja gimna sih udh jelas salah”kata Gitsya sembari pergi menuju halte. Di sekolah , ia menghampiri sahabatnya yang sedang duduk asik sambil membaca novel . “woy ! icha lo sibuk amet sih !” kata Gitsya kesal . “hmm knpa sih princess Gitsya ? biasanya juga lo ga protes” kata Anisa heran . “ Gue sebel cha , tadi itu ada cowok yg nyebelin nya minta ampun deh , udah jelas ia nabrak gue eh malah ibu yng ngejar dia yg mnta maaf , gila kan ?” kata Gitsya sambil tak henti mengepalkan tangan nya “haha jgn gitu nanti kualat loh”kata Anisa sambil tertawa “nih ya cha , dia juga sama sekali ga nengok ke arah gue, sebel gue” kata Gitsya “oh ceritanya princess Gitsya pengen dia itu nengok ke arah lo ?” kta Anisa . Tiba tiba ada guru masuk dan menghentikan obrolan mereka berdua , pelajaran pun berlangsung , Gistya sama sekali tidak memperhatikan pelajaran , ia memikirkan laki laki itu . 1 jam 20 menit pelajaran berlangsung , dan ada suara yang sangat di nantikan anak anak termasuk shilla , yaitu bel istirahat . Gitsya dan Anisa pergi ke kantin , di kantin Gitsya melamun “ oy sya lo kenapa ? dari pelajaran tadi lo melamun terus?” kata Anisa heran “hmm bener cha gue emang ngelamun , cha kok gue ngerasa kasian ma cowo yg tadi gue ceritain ya ?”kata Gitsya jujur “haha apa gue bilang lo kualat, lo suka kan ma cowo itu” kata anisa cengengesan “Ih Icha gue serius gue kasian ma dia , dan kok gue ngerasa cowo itu adalah pacar gue , si Boy yg udah lama ke australi itu”kata Gitsya sambil mengingat ngingat nama Boy “ wah ? yang bener ? emm gimana kalo nanti sore gue ke rumah lo , terus kita cari tau tentang cowo itu”kata Anisa . “emm boleh deh , bantu gue ya” kata Gitsya .

Bel pulang berbunyi , gitsya bergegas pulang. Sesampainya di rumah gitsya melentangkan badan nya di kasur dan melamun “Our Story Together” ucap gitsya dan ternyata di ikuti aliran anak sungai di pipinya , ia menangis , menangis dan menangis, ia ingat sosok boy , kekasihnya yang pergi “Our Story Together , Cerita kita , Boy kenapa lo ninggalin gue , katanya lo bakal bikin hari hari gue bahagia , dan bikin Cerita kita bersama itu indah , Our Story Together itu bohong”kata Gitsya yang tak henti hentinya menangis . Dulu Gitsya mempunyai kekasih bernama Boy , Boy senang menulis , sampai ia berniat membuat cerita tentang ia bersama Gitsya., Minggu pagi Boy pergi ke taman bersama Gitsya , Boy berbicara “sya , emm mau ga boy bikinin cerita tentang kita berdua , judulnya Our Story Together , Boy akan membuat hari hari Gitsya bahagia”kata Boy “emm boleh ajja , Gitsya seneng banget , Gitsya akan selalu inget kata Our Story Together karena Cerita kita bersama itu indah indah”kata Gitsya . Rabu pagi sekitar pukul 8.00 Gitsya membuka email nya lewat laptopnya , ternyata ada pesan masuk , dan yang membuat Gitsya senang , ternyata yang mengirimnya itu Boy . *Untuk My Princess Gitsya . Sya mungkin kamu baca ini aku udah ga ada di dekatmu , tapi kamu jangan sedih , kamu ada di hatiku kok , kamu simpen cerita selama kita bersama ya , Our Story together . Aku pergi ya , aku akan ke australia , kamu ga perlu tau aku mau apa ,simpen ya Our Story Together* yah itu singkat isi pesan Boy pada Gitsya . Gitsya lalu menutup laptopnya dan berlari ke taman tempat terakhir Boy menemui Gitsya pada hari minggu. Disana terdapat kain, di kain itu terdapat nomer *15032010* Gitsya menangis . dan sampai detik ini Gitsya tidak pernah bertemu dengan Boy .

“15-03-2010 , sekarang tanggal 11 maret , berarti ... 4 hari lagi ?”kata Gitsya kaget , “apa maksud dari tanggal itu ?” kata Gitsya bingung , tiba tiba ada yang mengetuk pintu “Princess ku lo denger gue manggil lo engga sih?”kata seorang wanita . “eh sejak kapan lo disana ? lo Icha ? masuk”kata Gitsya , wanita itu membuka pintu “ya iyalah sya ni icha , gue udah lama di depan kamar lo , lo ngpain sih ? nah loh ? lo nangis sya ?” kata Anisa marah bercampur heran . “sorry cha , gue tadi mikirin Boy , ia gue nangis , gue inget Boy , gue udah cerita semua yg terjadi antra gue ma Boy kan ?”kata Gitsya “iye udah , udah lah lo sabar , eh mau cari tau tentang cowo itu ga ?” kata Anisa mengalihkan topik . “oh iya yu” kata Gitsya semangat 45 ^lebay amat^ , saat Gitsya akan mengambil jaket yg letak nya sebelah jendela , Gitsya berteriak “Cha cha icha , itu cowonya” teriak Gitsya sambil menunjuk seorang laki laki dan wanita separuh baya di sebarang rumahnya , Gitsya berlari sambil menarik tangan anisa , ia bergegas menghampiri laki laki itu , “Per...misi”kata Gitsya lemas bercampur kaget . “eh adik , ada apa ? klo masalah waktu itu , atas nama Revan ibu minta maaf”kata wanita separuh baya itu . “Our.....Story..........Together”ucap pelan Gitsya sambil terus memandang laki laki itu yang sedari tadi tidak menengok ke arahnya “Our Story Together? Ibu siapa dia ? apa dia ? bu tanyakan padanya siapa dia”kata laki laki itu “Aku Gitsya , apa kamu ? boy?”kata Gitsya setengah tak percaya “revan ? Revan kenal dia ?”kata wnita itu “mana dia bu , tunjukan padaku , aku ingin memegang pipinya??”kata Revan sambil menaikan tangannya “aku disini”kata Gitsya sambil memegang tangan Revan , Revan menangis , begitu pula Gitsya. “ revan jelaskan pada ibu , siapa dia ?” kata wanita itu yang ternyata ibu dari Revan . “Ibu ini Gitsya , ini wanita yang selama ini Revan cari , sya ni aku Boy , nama asliku Revan bukanlah Boy” kata Revan , “Sya apa ini cowo yg selama ini km tunggu ?”kata Anisa “Ia cha ini Boy , tapi Boy aku disini kenapa kamu menengok Anisa ?”kata Gitsya pada Revan (Boy) .Revan menundukan kepala sembari menangis . “nak Gitsya , revan buta”kata ibunya berkaca kaca “apa ? jadi kamu ninggalin aku karna km buta ? tega km boy , aku ga liat km dri fisik , aku sayang km”kata Gitsya menangis “Tapi sya , aku bkn Cuma buta , aku penyakitan sya , ak ga mau kecewain km”kata Revan . “penyakitan maksud km ?”kata Gitsya heran “Revan mengidap kanker hati stadium akhir , hidupnya tak lama lagi , dan dia ga mau kecewain km nak”kata Ibu Revan “apa ? knpa km mlah pergi , ak akan temenin km smpai kpan pun , hrusnya km jgn ninggalin ak , mna janji km , bahagia , ak ga bhagia , Our story together sangat buruk “kata Gitsya , “aku akan temenin km sampai kpn pun , ak mhon jgn prgi lag”lanjut Gitsya sambil menggoyangkan tangan Boy “Ia Sya , aku akan selalu sama kamu sampai waktu ku harus kembali pada-Nya , Our story Together” kata Revan “tapi tadi itu , kenapa kamu berlari sampai2 ibu mu mengejar?”heran Gitsya , “Revan putus asa karna keadaannya , ia ingin kabur tapi ibu menahannya , untung tidak terjadi apa2”jelas Ibu Revan “hmm ya sudah jangan di ulang lagi ya Revan ku”kata Gitsya diikuti senyum manisnya . Mereka semua tersenyum . Hari hari Gitsya sangat berwarna dengan kehadiran Revan di sisinya , Gitsya setia menemani Revan (Boy) walau keadaan Revan yang kurang sehat . Pagi hari tanggal 15-03-2010 sekolah libur , Gitsya berencana pergi ke rumah Revan membawakan cokelat kesukaan Revan . Di rumah Revan sangat sepi sekali . “Pagi !!! assalamualakikum , Revan ..... Ibu....”kata Gitsya setengah berteriak . Tapi apa yang terjadi ? yang membukakan pintu bukan Revan maupun Ibu nya , melainkan seorang anak berusia sekitar 11 tahun bersama wanita yang terlihat seperti ibu dari anak itu , mereka menangis . “emm... maaf ibu siapa ? Revan ada di rumah ?” kata Gitsya heran . “hikz hikz hikz , km Gitsya ? tante mohon , km cpet ke rumah sakit Prasetya , Revan kritis , dan dia memangil namamu”kata wanita itu sambil menangis .”apa ? ia tante Gitsya pergi , makasih tante , permisi , assalamualakum”kata Gitsya berlari dan mengeluarkan HP dari saku celananya , ia menekan beberapa digit angka dan menelponnya “hallo Icha , cha gue mhon lo ke rumah skit prasetya , Boy kritis , cpet”kata Gitsya sambil menangis dan menutup telpon yg telah mendapat sahutan dari Anisa . di rumah sakit Gitsya bergegas menemui Ibu Reevan . tapi yg di temuinya bkn Revan maupun Ibu Revan melainkan Anisa . “ Cha mana Boy ? mana ibunya Boy ? gimana kabar Boy ?”kata Gitsya tak sabar . “ Sya lo sabar ya , lo harus tegar masih ada gue di sini”kata Anisa sambil memeluk Gitsya . “maksud lo cha ? jgn bilang kalo Boy ....”kata kata Gitsya terpotong “Ayo ikut gue Sya “ kata Anisa menarik Gitsya masuk ke dalam mobil . Gitsya heran pada Anisa , tapi ia hanya diam berkaca kaca . Mobil terhenti di depan pemakaman “Cha lo gila ! ngapain lo kesini , jgn blng Boy meninggal!” kata Gitsya menangis . Anisa tak menghiraukan ucapan Gitsya , ia menarik tangan Gitsya hingga sampai di depan nisan bertulisan REVAN . di sana ada ibunda Revan yg sedang menangis . “ Ibu , bilang ma Gitsya ini bkn Boy , ini Revan orang lain kan bu , ga mungkin”kata Gitsya menangis sambil memegang nisan bertuliskan Revan . “Sya sabar masih ada ibu , Anisa , dan orang yg sayang ma km , Revan bilang kita ga boleh sedih , dan kamu haruus jaga buku ini *memberikan buku* OUR STORY TOGETHER”tangis ibu Revan sambil mengelus rambut Gitsya .”buku ? ini buku Revan yang bikin bu ? bukannya Revan tidak bisa melihat ?”heran Gitsya yang masih bergelindang air mata “kamu tau anak yg ada di rumah ? sekitar berumur 11 tahun? Dia sepupu Revan yang setia menuliskan semua yang Revan mau , dan dia membukukan buku ini karena sewaktu Revan masih ada , katanya Revan menyuruh sepupunya itu menulis apa yang di ucapkan Revan “jelas Ibu Revan. Gitsya kembali menatap nisan Revan “Boy Gitsya janji Gitsya akan jaga buku ini , maksih Boy udah bikin hari hari Gitsya bahagia , OUR STORY TOGETHER , buku ini begitu berarti , cerita kita bersama yang bahagia walau berakhir pedih”kata Gitsya menangis dan berusaha tabah . Gitsya kembali ke rumah bersama Anisa , ia bercerita “Cha ternyata kain yg di beri Boy waktu gue ke taman dulu ini adlah akhir hidupnya, kenapa in kebetulan sekali cha”kata Gitsya “ia sya , kebetulan ini sangat menakjubkan , 15 03 2010, hari dimana akhir dalam hidupnya”kata Anisa . Gitsya membalik buku yg di beri Boy , dan membaca halaman terakhir “Cerita kita bersama , cerita seorang Revan (Boy) bersama gadis bernama Gitsya saat bersama sama . Cerita ini akan berakhir pada 15 03 2010 . ku simpan selalu Our Story Together dalam hatiku”kata Gitsya “Cha ini halaman terakhir , jadi ya alloh kenapa ini trjadi”kata Gitsya “Sya gue salut ma lo lo bisa bikin cerita dalam hidup lo , bersama orang yg lo sayang pula”kata Anisa “Makasih Cha , gue janji akan selalu simpen cerita ini dalam hati gue” ucap Gitsya sembari menatap langit yang ia lukiskan sesosok wajah yg berarti , Revan (Boy) .

SELESAI J

NB : maaf kalo ga nyambung

Senin, 10 Januari 2011

J J

#Di hiji kampung , nu ngarana kampung Balakaciput , aya sakumpulan budak bangor. Kumpulan eta geus katelah sa kampung Balakaciput . Tapi aya oge 2 budak anu bageur , sok nulungan batur , padahal eta 2 budak lain asli urang Balakaciput . Hiji mangsa 2 budak anu bageur keur leumpang , aya budak nu keur diuk lungse .

--------------

Mae : Neng nuju naon ? katingalina jiga anu cape ?

Eneng : Eh teteh gening terang nami abi eneng ? muhun abi teh cape , papah sa dinten teu eueut sareng emam .

Mae : Lah si eneng , ari ka istri mah biasa abi osok nyebat eneng .

Nina : Muhun leres , atuh ngiring yu sareng abdi 2 an , urang ka warung meser emameun

Eneng : Ah alim ngarepotkeun teh .

Nina : Heunteu ih hayu . Oh enya nami abi Nina , tong nyebat teteh , Nina we

Mae : Muhun , abi Mae J

#Pek the torojol geng bangor nu namina geng Bagbigbug

Udin : Euleuh euleuh nuju naraon ieu bule ?

Mae : Eh punten nyebat bule ka saha ? ka abi ?

Ucup : Nya enya lah saha deui didieu nu lain budak kampung Balakaciput ?

Nina : Oh tapi sebat abi Nina wae a . Sareng ieu rerrencangan abi Mae . AA sareng teteh saha ?

Ipeh : Euleuh teu apalleun ka urang geng . Kenalkeun preman kampung Balakaciput , alias urang ketua na , Ipeh !

Siti : Haha urang anak buah nu ka hiji , Siti !

Udin : urang lalaki pang kasepna didieu , Udin !

Ucup : Bae din maneh kasep urang mah , imut . Si Imut Ucup !

Ipeh : Kela , ari eta jalma saha ? lain budak balakaciput lin ?

Mae : Muhun sanes , ieu Eneng , karunya teu acan emam sadinten , Peh urang patungan yu ?

Ipeh : Eh paduli teuing , manehna ieuh nu lapareun mah . Kade we , mun maraneh di alus2 ku rahayat kampung ieu , maneh moal tenang !

Siti : Bener ceuk si Boss , jeung unggal poe maneh kudu mayar pajak , sabaraha cup ?

Ucup : Kela , di itung itung mah (sabari ngitung make kalkulator) maraneh teh budak anyar , jadi di bere diskon , mayar sapoe teh 2000 saurang .

Udin : Hiis ari si ucup ngitung teh kumaha ? Anyar ongkoh diskon naha leuwih gede ti biasa na ?

Ipeh : enya kumaha sih ?

Geng Bagbigbug keur ngaributkeun masalah duit pajak , sedengkeun bakat si eneng geus leuleus , si Mae jeung Nina mah mabur ka warung. Ipeh jeung babaturan na , karek nyadar pas geus euweuh si eneng .

Ipeh : eh heup heup heup , kela si Nina geus areuweuh , da maneh mah kumaha sih . Make ribut ngurusan duit . Geus we sina mayar 1000 sapoe .

Ucup : ari si boss kumha , lain bebeja titadi atuh . geus ayeuna kumaha ieu ?

Siti : ek di udag , ek balik wae ?

Udin : Bodor pisan Sittiiii . moal guna urang ngudag , da geus euweuh jalma na ge , geus urang tagih barudak sejen heula .

#Di lain tempat , di warung na Ceu Mimin , Medina , jeung Nina mesen dahareun .

Nina : Ceu mesen endog kulub , ngangge tempe tahu , sareng sangu na kade nya .

Ceu Mimin : Sip lah neng , bade sabara hiji ?

Mae : 2 we , lapar Ceu

Nina : Ih ka sobat teh koret pisan !

Mae : Oh Nina teh hoyong /

Nina : nya muhun atuh hoyong . Janten 3 nya ceu , kade diskon nya ?

Ceu Mimin : Eh naon ngangge diskon sagala , teu ah !

Enang : Ceu nu geulis , bageur , diskon atuh ceu

Nina : Muhun Ceu Mimin anu geulis , nu bageur , nu soleh , nu rajin nabung , diskon nya Ceu ?

Mae : Lamun teu diskon abi bade pindah ceu ?

Ceu Mimin : Isss ulah atuh nya hok lah di diskon , kela tungguan nya

Mae+Nina+Eneng : Nuhun Ceu Mimin J

# Ceu Mimin ngan ukur seuri , tuluy ngajieunkeun pesenan budak nu 3 . Naha jol the geng Bagbigbug .

Ipeh : Maranehnya , wani na ngan kabur we ! Dasar jelema !

Mae : Nya enya lah , emang urang jelema , emang maneh naon ?

Siti : Eh ngalawan wae ka boss urang jalma teh !

Nina : Tos Mae tong di uruskeun jalma kitu mah , tos calik .

(Mae diuk)

#Pek teh torojol Bapa na Ipeh

Bapa : Ipeh lain bantuan si ema di dapur , ulin we jeung ulin , leuheung ulin na teh alus , ieu mah ngajieun ribut wae

Ipeh : Naon atuh pa , pajak can ditagihan kabeh pa ,

Siti : Muhun Pak Ujang pajak can di tagihan

Bapa : Ari barudak , eling eling , nagih pajak ka saha ?

Ucup : Ka barudak nu ngaliwat pa

Bapa : Astagfiruloh , aya aya wae , dosa peh eta teh dosa .

Ceu Mimin : Aya naon ieu teh ? karek ge di tinggalkeun mawa rencang ?

Bapa : Heunteu ieu budak , si Ipeh bangor kacida .

Ceu Mimin : Teu kedah di taros kang , emang geng bagbigbug mah tos janten artis Balakaciput

Udin : Nya enya atuh , Bagbigbug tea . J

Eneng : Atos ah , abi emam ti payun nya .

Bapa : Eneng ? eneng ti mana ?

Eneng : (ngahuleng) bapa ? bapa Ujang ? aeh bapa

Ipeh : eh bapa saha si eneng ? pembantu anyar ?

Bapa : Hiss ulah kitu , ieu teh budak na si mang Rojak

Ipeh : iss si neng gendis ?

Eneng : Ieu teh Ipeh surapeh ? meni beda ? naha jadi bangor ?

Mae+Nina+Udin+Ucup+Siti+Ceu Mimin : Teu ngiringan , di antepkeun!

Bapa : Oh punten , geus lah peh , neng yu balik , ke ngobrol na di imah

Eneng : Titadi atuh , abi tos papah sadinten teh , alhamdulilah aya hasil J

Ipeh : embung balik ipeh mah pa ,

Bapa : Balik ! tong cicing didieu , eh meakeun sabara duit atuh , unggal poe indung2 babaturan nu ku ipeh di palak datang ka imah wae nagih duit ! Balik !

#Bapa , eneng jeung ipeh balik , sabari si ipeh mah balik na di bebetot.Di warung Mae jeung Nina tuluy diuk deui ek ngadahar , dahareun nu di sadiakeun ku Ceu Mimin . Geng bagbigbug ngadelekan tuluy indit ninggalkeun warung.Saeunggeus na eta dahareun beak , Mae jeung Nina tuluy indit . Isuk na keur si Mae jeung Nina leumpang , aya nu ngaliwat lalaki . Lalaki eta nanya

Guntoro : Eh punten upami bumi Ceu Hindun palih mana nya ?

Nina : Aduh punten pisan , abdi ge nembe ngalih , janten teu teurang . Atuh kumaha upami ngiring sareng abdi ka warung payun , urang taroskeun ?

Guntoro : Oh teu ngarepotkeun ieu teh ?

Mae : Heunteu tos janten kawajiban nga bantu mah . oh muhun , aya naon ka Ceu Hindun ? Sigana ti jauh ?

Nina : Muhun ka tinggali na cacandakan na seueur ?

Guntoro : Muhun abi ti jawa . Abdi teh di piwarang bapa ka bumi Ceu Hindun masihkeun tas pesenan Ceu Hindun , tapi abdi hilap alamat pas di kampung ieu teh naon

Mae : Naha tas na seueur ? atanapi ieu tas nu ageung nu di pesen teh ?

Nina : Yu sabari papah ngobrol na . ( Maranehna leumpang ka warung)

Guntoro : Heunteu sanes tas ageung ieu , tapi anu aya dina tas ieu , abdi the sakantenan bade ka Jakarta.

Mae : Oh muhun atuh , eh calik heula , ieu warung na

Mpo Mimin : Euleuh ieu budak 2 nu geulis nyandak budak kasep , saha na ?

Nina : Ieu teh nu bade ka bumi Ceu Hindun , kan abdi teu teurang janten bade naroskeun heula ka Euceu

Mae : Muhun ceu , dimana bumi Ceu Hindun teh ?

# Pek the datang barudak geng Bagbigbug

Siti : Eits geuning aya budak anyar ,

Ucup : Lumayan nambahan duit pajak

Ipeh : Mae . Nina bayar pajak siah , double jeung nu kamari !

Ceu Mimin : Ih si Ipeh , karunya ih budak keneh geus titah mayar pajak , Ipeh deuih leutik leutik tukang malak

Ipeh : Repeh lah ceu , urusan preman mah kieu

Ceu Mimin : Geulis geulis kieu

Gutoro : Atos atos , aya naon ieu ? emang di kampung ieu kedah bayar pajak ?

Mae : Heunteu , ieu mah biasa budak bangor

#Pek the datang Ceu Hindun

Ceu Hindun : Aeh barudak nuju ngumpul , J . Ceu Mimin pecel na 2 bungkus nya ,

Ceu Mimin : Sip Ceu hindun

Ipeh : si ema ngaganggu wae , kamari si bapa , ayeuna ema

Mae : Kela , Euceu , euceu the ceu Hindun ?

ceu Hindun : Muhun neng aya naon ?

Guntoro : Oh ieu , ceu ieu tas ka titipan bapa ti Solo ,

Mpo Hindun : Oh ieu teh budak na kang Rojak ?

Guntoro : Muhun ceu J , Oh ceu , rai abi aya didieu ?

Ceu Hindun : Si eneng ? muhun aya , saurna kabur ?

Guntoro : Muhun ceu , biasa lah si eneng teh hoyong ngiring sareng abi ka jakarta , ulah saur bapa janten kabur kadieu , tapi ayeuna ku abi bade di ajak ka Jakarta da ceu .

Ceu Hindun : Oh muhun hayu atuh . Peh ke candak pecel ka bumi keun

# Titadi nui lain na ngan molohok nempokeun ngobrol Guntoro jeung Ceu Hindun

Mae : (Ngagorowok) Eh saha nami ?

Guntoro : abi guntoro

Nani : oh ……

Ipeh : eh eh eh , bayar siah pajak

Mae : ari sugan geus poho !

Ucup : bAyar 4000 2an . da jeung nu kamari acan

Nani : Yeuh ath , Ya alloh mugi mugi ieu geng Bagbigbug tobat , amin J

Mae : Amin J

Udin : Geus lah , urang damai yu ?

Ucup : (ngepret) Udin ? ngimpi teu ?

Udin : Si ucup gelo , naon urang di kepret ?

Siti : maneh naon menta damai ? ngimpi teu ?

Ipeh : Si udin sarap da , menta damai , sadar teu eta ngomong ?

Nani : Watir ih ,

Udin : Urang sadar ngomong eta , ayeuna mah nanaonan urang pasea wae , majeg wae , geus bosen indung urang di tagih wae , gara2 duit budak na di pajeg ku urang . Geus urang damai

ceu Mimin : Bener ceuk si Udin damai lah hok

Ucup : Enya sih , Ucup ge geus lieur ngitung wae pajak . Kalkulator na geus pejet , jadi damai we

Udin : Boloho , damai teh ulah karna kalkulator pejet atuh

Siti : Enya sih , mening damai

Ipeh : embung urangmah , teu hayang teuing

#Torojol Guntoro+Eneng+ceu Hndun+ Kang Ujang

Bapa : Aya naon ieu ?

Mae : ieu udin , ucup siti mah hoyong damai , tapi Ipeh alimeun ,

Guntoro : Peh teu kenging kitu , Ipeh tos ageung maenya bade pasea

Ipeh : gandeng lah.

Ceu Hindun : Peh , damai peh , ayeuna kan bade ka jakarta

Ipeh : Saha nu ka Jakarta ? erek naon ?

Guntoro : Urang calik diditu , aya bumi kosong di Jakarta ,

Eneng : enya peh , ke urang ameng bareng

Ceu Mimin : Muhun , mening damai sa teu acan ninggalkeun Balakaciput

Eneng : Muhun peh , hok damai nya ,

Ipeh : Nya atuh , punten nya abdi seueur salah ka sadayana , abi tos bangor , nuhun ka Mae , Nina , Eneng sareng Guntoro abdi ayeuna tiasa damai sareng sadayana . Sateuacan abdi ninggalkeun Balakaciput abdi aya pesen , cup kade nya tong hayoh we kana kalkulator , Siti tong centil teuing nya , Udin tong bobo wae , eneng ke ameng nya ,

Mae : Muhun peh ku abdi tos di maafkeun ( nangkeup Ipeh)

Nani : Muhun , namina ge jalma ya hilap na ( nangkeup ipeh)

Eneng : ( nangkeup ipeh )

Siti : ( nagkeup ipeh )

Mpo Mimin : ( nangkeup ipeh )

Mpo Hindun : (nangkeup ipeh )

Ucup+Udin : abi kumaha ?

Ipeh : Naon ?

Ucup+Udin : Nangkeup saha ?

Siti : Tatangkeupan tuh jeung Pa Ujang jeung Guntoro

Ucup+Udin+ Pa Ujang jeung Guntoro : ( tatangkeupan )

Mpo Mimin : tos ayeumah tong aya pasea nya , Hirup rukun

Mae+ Nani+ Eneng+ Siti+ Mpo Hindun +Ucup+Udin+ Pa Ujang jeung Guntoro : DAMAI

# Ayeuna mah di kampung Balakaciput teu aya istilah preman , sadayana hidup rukun .

Senin, 27 Desember 2010

Dialog Drama Basa Sunda Judul : Kalung Berlian
Peran:
1. Loisel
2. Nyi Loisel
3. Juragan Mentri George Ramponneau
4. Istri Juragan Mentri George Ramponneau
5. Nyi Forestier (Nu diijeuman perhiasan)
6. Nyi Matilda (Tukang Butik)
7. Pulisi
8. Tukang Iklan
9. Babaturan Loisel
10. Latar
Latar :
Aya hiji wanoja ngaranna Anne.Manéhna téh salahsaurang wanoja anu nya ngora nya hadé rupa, tur pikayungyuneun deuih, ngan hanjakal, sasat goréng milikna baé, bet dikadarkeun jadi anak pagawé. Teu maskawin, teu cita-cita, sumawonna dipikawanoh, diajénan, dipikahéman tur dipileuleuheungkeun ku nu gandang tur beunghar mah; nya teu bisa majar kumaha, ukur sadaya-daya wé basa dikawin ku pagawé leutik ti kantor Déwan Atikan anu ngaranna Loisel. Ayeuna ganti ngaran jadi Nyi Loisel.
Nyi Loisel hirupna basajan, taya bangsana nyenangkeun manéh; ngan orokaya teu bagja, cara ilaharna golongan manéhna; tuda lain sasaha, pira wanoja ti golongan cacah kuricakan; enya gé laluis tur laluwes tapi da heureut deuleu pondok léngkah, ukur bisa cameubleu di imah.
Nyi Loisel teu weléh nguluwut marungkawut, awahing ngarasa diteungteuinganan, da cék pikirna pantesna mah hirupna téh binarung kasenangan. Ari di imah éstuning lieuk euweuh ragap taya, rét ka kénca rét ka katuhu téh ukur bilik nu geus buruk, korsi réyod tur paparabotan butut.
Hiji mangsa, wanci sareupna, salakina balik mani hariweusweus bari ngagigiwing amplop badag.
Loisel : “Tah, …keur Nyai.”
Nyi Loisel : …. Nangis…
Loisel : “Hih, ari Nyai, panyana téh rék bungah. Nyai téh kapan tara ka mamana. Ayeuna meunang kasempetan, tur langka deuih kasempetanana gé. Hésé béléké Akang meunang ieu ondangan téh. Batur mah harayang, da puguh nu diondangna gé lain jalma joré-joré. Sok wé sebutan tibang sabaraha urang nu meunang ondangan sarupa kieu. Geura, di ditu mah urang bisa patepung jeung sakumna bangsa ménak.”
Nyi Loisel : “Na majar kudu kumaha ari meunang nu kitu?”, “Nya naon atuh nu kudu dipaké?”
Loisel : “Kapan aya baju nu ku Nyai dipaké basa urang lalajo sandiwara téa geuning. Katingalina ku Akang mah kacida kéwesna…”
Nyi Loisel : “ Ah…, henteu.”
Loisel :, “Urang ka Matilda geura, yu. Sabaraha nyah pangajina papakéan nu pantes téh? Nu basajan wé, nu sakirana bisa dipaké jang acara séjénna?”
Nyi Loisel : “Duka atuh sabaraha-sabarahana mah. Ngan ku kira-kira mah moal kurang ti opat ratus franc.”

Loisel : “Heug atuh. Ku Akang Nyai rék dibéré duit opat ratus franc. Kahadé sing bisa milih nu alus bajuna.”

Latar : Saenggeus Nyi Loisel dibéré duit, manehna geuwat muru ka toko butik Matilda rék mesen baju. Di toko butik Matilda :
Nyi Loisel : “ Nyi Matilda…, Numananya baju nu pantes kanggo kaondangan Juragan Mentri ?”
Nyi Matilda : “ Ieu, nu saé mah…, bahana sutera asli ti Cina”
Nyi Loisel : “Oh…. Tapi sabaraha pangaosna?”
Nyi Matilda : “Mung…. Tilu ratus tuju puluh lima franc.”
Nyi Loisel : “Sabaraha lami anggeusna ?”
Nyi Matilda : “Tilu dinten gé tos réngsé.”
Nyi Loisel : “Omatnya sing saé!....”
Nyi Matilda : “Sing percantenlah ka abdi!.”
Latar : Geus deukeut kana poéan pasamoan, Nyi Loisel katémbongna kalah alum tur beuki guligah baé. Ari pibajueun téa mah geus méh anggeus dikaputna. Dina hiji peuting pok salakina nanya
Loisel : “Aya naon deui Nyai? Geus aya kana dua tilu poéna Nyai katénjona teu cara sasari?”
Nyi Loisel : “Asa teu pararantes ari taya perhiasan hiji-hiji acan mah. Teu emas, teu inten. Rék kumaha alus katénjona. Asana mani nyirikeun teuing taya kaboga téh. Lah, asa leuwih hadé tong tulus baé ka ditu téh.”
Loisel : “Kembang-kembang atuh tapelkeun. Dina usum kieu mah geura pantes téh kacirina mun kembang dijieun papaés. Ku pangaji sapuluh franc gé Nyai bisa maké dua tepi ka tilu kembang eros nu aralus.”
Nyi Loisel : “Lah, …barina gé aréra teuing pagilinggisik jeung istri nu baleunghar bari jeung dangdan teu maké perhiasan sasiki-siki acan.”
Loisel : “Na urang téh belet kabina-bina! Kapan aya Nyi Forestier. Geura ku Nyai tepungan pikeun nginjeum perhiasan. Geus wanoh ieu.”
Nyi Loisel : “Aéh, enya!” pokna. “Na mani teu kapikir nya.”
Latar :
Isukna manéhna nepungan baturna téa ka imahna, terus ngadongéngkeun naon nu keur karandapan.

Nyi Loisel : “Nyi Forestier, kuring butuh perhiasan pikeun nyumponan ondangan pa Menteri”, “Kuring kadieu seja rek nginjeum ka anjen”

Nyi Forstier : “Sok wé milih nu mana, Nyi.”

Nyi Loisel : “Nu ieu we, kalung berlian, mani alus pisan…”, “ Nuhun pisan.. Nyi, ké ,lamun enggeus rék geuwat dibalikeun deui”. “Teu nanaon mun nu ieu? Nu ieu wungkul?”

Nyi Forestier : “Hih, atuh pék baé. Piraku teuing dikorétkeun.”
Latar :
Cunduk kana waktuna pasamoan téa. Teu wudu Nyi Loisel tinemu jeung kabagjaan. Éstu panggeulisna, luis tur luwes, komaraan, amis budi tur hégar. Sakur lalaki nu aya di dinya kabéh neuteup ka manéhna, ngajak pancakaki, tur hayang wawanohan. Sakabéh anggota Kabinét nu sarumping pada-pada ngajak ngawalsa ka manéhna. Dalah Juragan Menteri Atikan gé mani rét deui rét deui.
Babaturan Loisel : “Ngiring bingah Pa Menteri, Bu Menteri”
Juragan Menteri& Istri juragan Menteri : “Nuhun,..”
Loisel : “Ngiring bingah Pa Menteri”
Juragan Menteri : “Nuhun”. “ Loisel, … anjeun bagja boga pamajikan geulis….”, “kahade,… sing at-ati bisi aya nu ngécéng!”
Loisel : “Hatur nuhun, Pa Menteri”, “Mugia abdi sing tiasa ngajagina.”
Istri Juragan Menteri : “ Duh…, mani sae kalungna…”
Nyi Loisel : “Hatur nuhun, ah mung sakieu-kieuna Bu…”
Juragan Menteri : “ Loisel, … sok tong asa asanya!”, “ sok sing bebas!..”
Istri Juragan Menteri : “ Mangga, dileueut atuh…”
Loisel & Nyi Loisel : “Hatur nuhun….”

------ Nyi Loisel ngobrol jeung Ibu Menteri----------
------Loisel jeung babaturannana ----------------

Babaturan Loisel : “Geulis pisan euy, pamajikan manéh téh”
Loisel : “Saha heula atuh,…salakina kasép ogé, nya?”

Latar :
Manéhna Jigrah, bungah, bungangang, lat poho di kalaipan. Teu rék kitu kumaha, mungguh geus hasil ngararasakeun berekahna kageulisan, éstu laksana tinemu bagja. Bagja anu pohara meunang pangajén ti balaréa. Sakabéh pamuji, sakur harepan nu nguniang katut kabagjan harita ku manéhna karasa éstuning gembleng tur pohara ni’matna.
Pésta kakara lekasan kajanarinakeun kira tabuh opatan. Salakina mah ti tengah peuting kénéh gé geus lelenggutan dina patamuan leutik, dibaturan ku lalaki tiluan nu pamajikanana pada-pada saruka bungah anu pohara.Geu kitu manéhna ngajak balik da bisi katingalieun ku kaom istri séjénna.
Nyi Losel : “ Kang, hayu ah urang balik!”
Loisel : “Hayu atuh.”
Latar :
Duaan nalikreuh tepi ka imahna, awakna ngadégdég katirisan. Gap kana simbut nu ngarungkupan pundukna, dilaan hareupeun kaca, sasat nyacapkeun kabungahna harita. Ana kocéak téh Nyi Loisel ceurik.
Nyi Loisel : “Aduh Akang,…kalung téh leungit” …
Loisel : “Ku naon, Nyai?”
Nyi Loisel : “Aduh, ieung… Gusti… kalung Nyi Mas Forestier téh murag sigana mah.”
Loisel : “Baruk leungit? Piraku. Ah, pamohalan!”
Latar :
Jung salakina indit ka kantor pulisi.
Loisel : “ Pa, abdi lapor, pun bojo téh ical kalung berlian.”
Pulisi : “Sok, tulis di berita acara kehilangan”
Loisel : “Mangga”
Latar :
Masang iklan dina koran gé dilakonan, bari diémbohan yén sakur nu manggihan baris diperesénan. Pokona mah satékah polah metakeun tarékah susuganan barang téa kapanggih deui.
Loisel : “Pa, abdi bade mang iklan di koran”
Tukang Iklan : “ Iklan naon?”
Loisel : “ Iklan kaleungitan kalung berlian, jeung sebutkeun yén sakur nu manggihan baris diperesén”
Tukang Iklan : “ Mangga”
Latar :
Tepi ka saminggu, wéléh taya hasilna kokotéténgan téh. Tepi ka hiji kaputusan Loise rek ngagantian . Cepuk wadah kalung téh dibawa ka tukang perhiasan anu ngaranna natrat di dinya. Di hiji toko di Palais-Royal, teu burung aya kalung berlian anu teu dipiceun sasieur jeung nu leungit téa.
Loisel : “Pa, kalung anu wadahna jiga kieu mésérna ti dieu? “
Tukang perhiasan : “Leres, pangaosna opat ratus rébu franc”
Loisel : “Tong sakitu atuh….”:
Latar :
Sanggeus adutawar, éta kalung téh bisa dibeuli ku pangaji tilu puluh genep rébu.
Ka nu dagangna, maranéhna neneda sangkan éta kalung tong waka dikaluarkeun jero tilu poé mah. Loisel boga dalapan welas rébu franc titilar bapana. Kakuranganna mah deuk nginjeum baé.
Nya terus manéhna nganjuk ngahutang. Sarébu franc ti si ieu, lima ratus franc ti si itu, lima louis ti nu ieu, tilu louis ti nu itu. Trét nanda kuitansi, pok ngedalkeun jangji, sok nampa duitna ti nu tukang rénten katut sakabéh nu ngahutangkeun duit ka manéhna. Éstuning lahlahan, dalah cék saréatna nékad, da puguh rumasa can kaerong kumaha naurna. Geus kacipta beuratna jaga, awak ruksak batin gering. Nya dina kaayaan kitu manéhna indit ka toko perhiasan pikeun meuli kalung anyar téa, golosor duit nu tilu puluh genep rébu franc téh dibayarkeun.
Nyi Loisel masrahkeun éta kalung ka Nyi Forestier.
Nyi Loisel : “ Punten Nyi, nembe tiasa masrahkeun ayeuna”
Nyi Forestier : “Sugan téh rék mulangkeun gancang-gancang, da kapan di dieu gé sok perelu.”
Latar :
Nyi Loisel sadar yén geus wayahna kudu ngarandapan hirup susah. Satékah polah manéhna milu ripuh, tisuksuk tindungdung. Puguh wé hutang salaput hulu téh kudu ditaur. Manéhna geus nawaétu hayang ngalunasan. Babu dititah balik, imah pindah, tepi ka nyéwa rohangan leutik anu hateupna rupeuk minangka padumukanana.Ti harita manéhna ngalaman héséna ngurus rumah tangga, kapaksa kudu daék digawé di dapur. Pon kitu deui salakina, digawé unggal soré, ngurus kas sawatara sudagar, tepi ka peuting téh sok meunang lima sous sakaca.
Hirup kitu téh aya kana sapuluh taunna……………
Jangkep sapuluh taun kabéh hutang téh kabayar.
Ayeuna mah Nyi Loisel téh katémbong geus kolot.
Poé Minggu, basa manéhna keur leuleumpangan di Champ-Elysées minangka hiburan ahir minggu, katémbong aya awéwé. Barang disidik-sidik, horéng Nyi Forestier, masih ngora kénéh, geulis kénéh, pikayungyuneun kénéh. Nyi Loisel ngarandeg sajongjongan. Naha wawuheun kénéh kitu ka kami? Ah, piraku teuing pohoeun. Hutang geus lunas ieuh, ah, deuk didongéngkeun wé naon nu karandapan téh. Ongkoh naon salahna?
Nyi Loisel : “Geuning Nyi Forstier ieu téh.”
Nyi Forestier: “Euh, punten, dupi Aceuk téh nu ti mana téa? Henteu kasamaran mah, Ceuk?”
Nyi Loisel : “Apan abdi téh Anne Loisel téa. Émut kénéh?”
Nyi Forestier: “Aéh-aéh, geuning Anne. Na mani pangling kieu?”
Nyi Loise : “Nyéta atuh ti barang tepung harita téa kuring ngarandapan pangalaman anu pohara beuratna, tur kabéh alatan Nyai…”
Nyi Forestier: “Alatan kuring? Ké, ké, kumaha téa?”
Nyi Loise : “Inget kénéh teu kana kalung berlian anu diinjeumkeun ka kuring basa rék ka pésta Commissionér téa?”
Nyi Forestier: “Oh, enya. Puguh wé inget kénéh.”
Nyi Loise : “Tah, saenyana mah éta kalung téh leungit.”
Nyi Forestier: “Leungit kumaha? Kapan harita gé geus dipulangkeun deui.”
Nyi Loise : “Enya, ari mulangkeun téa mah. Tapi nu dipasrahkeun ka Nyai téh saenyana mah kalung anyar nu teu béda ti nu diinjeum, minangka gagantina. Nya, pikeun mémérés risikona kuring kadua akangna perelu waktu sapuluh taun. Kabadé meureun da puguh keur kulawarga kuring anu sakieu taya boga mah ngumpulkeun waragad sakitu téh teu babari. Tapi keun lah, da geus kajadian, tur kuringna gé geus ihlas satemenna.”
Latar :
Sajongjongan mah Nyi Forestier kalah olohok mata simeuteun.
Nyi Forestier: “Jadi, Nyai téh tepi ka meuli kalung berlian pikeun ngagantian kalung kuring. Kitu?”.“Enya. Naha teu katara kitu? Padahal mah ukur mirip baé nya.”. “Gusti! Deudeuh teuing Anne! Kapan anu baréto diinjeumkeun téh kalung palsu. Pangajina gé moal leuwih ti lima ratus franc!”
(copas)

GOOOOLLLL

Carpon Wasta Ai

HARORÉAM ari kabagéan kelas beurang bari pelajaran pamungkas téh, sok tunduh. Bubuhan mun di imah mah jam sakieu téh keur istirahat. Tong boro kuring, dalah murid gé katémbongna bangun nu geus carapéeun. Aya sababaraha murid nu katénjo kalah ka heuay waé bangun nu tunduh, jadi teu pati dariangajartéh. Mun bisa nawar mah wayah kieu téh mending ngampar samak. Tuluy gogoléran ber­ja­maah jeung murid di kelas, bari lalajo tim sépak bola Maung Bandung tanding jeung tim sépak bola séjénna. Astagfirulloh nga­don ngalantur.

“Bu, uih nya, sakedap deui maén!” cék Kurniawan nu diuk di bangku pangtukangna.

“Muhun, Bu!” nu lianna mairan.

“Éhh… teu tiasa, lalajo mah tiasa iraha deui, sok kerjakeun heula tugasna!”

“Atuh Bu, ku Pa Ridwan mah sok diuihkeun!” Kurniawan keukeuh.

“Nu goréng mah tong diturutan, barina gé penting mana lalajo maén bal jeung diajar?”

Barudak jempling.

“Aya nu teu ngartos Kurniawan, éta deuih nu séjénna?” kuring ngahaja malik nanya keur mindahkeun jejer caritaan.

“Nomer tilu Bu, maksadna naon?” Agus nu sabangku jeung Kurniawan ngacung.

“Aya nu nyaho maksudna?” ngahaja malikkeun deui patalék­an ka barudak téh, sangkan araktif di kelas.

Siti nu diuk panghareupna ngacung.

“Sok Siti!”

Mani capétang ngajéntrékeun maksud soal nomor tilu, abong murid pangpinterna.

“Nya leres, saé Siti!”

“Kumaha Agus, ngartos?”

“Ngartos Bu!” témbal Agus bari unggeuk.

“Sok kerjakeun deui, mun aya nu teu ngartos taroskeun deui!”

Saha jalmana nu embung lalajo tim karesepna maén, kaasup kuring. Haté mah bati kumejot hayang lalajo béntang lapang idola kuring ngasupkeun bal.

“Bu, wios ngerjakeun tugasna bari ngupingkeun radio?” Nurdin nanya.

“Muhun Bu, béh sumanget!” Kurniawan mairan.

Kuring ngahuleng sakedapan, bet ras inget ka jaman SMA, ari boga kahayang teu dicumponan ku guru téh sok jadi ngéwa, ka dituna sok horéam ngiluan pelajaranna, nu antukna bolos.

“Sok asal ulah ribut, jeung tugasna dikerjakeun sing bener!”

“Asyik, thank you Bu guruku yang cantik!” Murid meni sarurak bangun nu barungah. Kabeneran atuh da murid jeung guru téh karesepna sarua pisan, lalajo maén bal. Ngan murid mah teu arapaleun, yén kuring téh sabenerna mah bobotoh Maung Ban­dung. Dina apaleunna kuriak asa dipangmeunang­keun. Ka­tangén sababaraha murid ngaluarkeun hapé, narapel­keun hédsét kana ceuli. Abong geus canggih jaman ayeuna mah, ngadéngé­keun radio gé bisa dipésakan. Guru gé éléh ku gaya murid jaman ayeu­na mah, kawantu ampir kabéh baroga hapé.

Jep kelas ngadadak jempling. Duka jempling ngerjakeun soal duka keur ngadaréngékeun pertandingan sépak bola. Kuring nyam­peurkeun murid nu maraké hédsét, bisi ngadon ngadéngé­keun wungkul ari tugasna teu dikerjakeun. Rét kana jam nu meulit na pigeulang, kana balik sajaman deui leuwih. Mun diitung-itung pas tepi ka imah pertandingan réngsé, moal kabagéan lalajo. Moal bisa neuteup geugeut manéhna.

“Goool….!!!” keur jempling barudak sarurak

“Bu, gol Bu, ku Arifin!” haté ngilu bungangang bari asa nyé­rédét ngaran éta pamaén disebut.

“Ssssst… muhun, muhun, atos sok kerjakeun deui tugasna, mun ribut waé ku ibu dicandakan geura hapéna!”

Arifin ngasupkeun deui, hébat anjeun téh. Lain ngan saukur jadi béntang lapang tapi bentang haté kuring. Asa aya nu ngadorong, awak ujug-ujug leumpang nyampeurkeun kantor TU. Kasampak kabéh pagawé TU jeung sababaraha guru keur lalajo babaréngan, bari sarua deuih ngadon sarurak. Bener ari geus dibéré pangaresep mah gedé kakuatanana. Teu budak teu kolot, teu di mana teu di mendi, balolotot di hareupeun tipi lalajo maén bal.

“Bu, nonton heula Maung Bandung, ramé geura, tos hiji-kosong?” cék Pa Ridwan, guru bahasa Inggris, kuduna mah keur ngajar jam sakieu téh.

“Mangga, ieu mung badé nyandak cai!” pok téh tambah éra padahal hayang ningali siaran ulang Arifin ngasupkeun bal. Katémbong Arifin mani parigél ngulinkeun bal najan lawan terus ngincer ti ….

“Bu, seneng deuih?” Pa Ridwan nanya bari nyampeurkeun ka lebah kuring.

“Lumayan, Pa!” témbal téh pondok bari gura-giru muru deui ka kelas, bisi barudak kalah garandéng jeung teu ngerjakeun tugas. Méméh asup kuring noong barudak tina kaca. Sababa­ra­ha murid diukna parindah ka nu baroga hédsét, mani pada me­tot bari raéng nyebut, hidup Arifin! Hidup Arifin! Aya nu nga­geter dina haté ngadéngé éta ngaran pada nyebut.

Barang kuring asup, kelas jempling barudak dariuk deui dina bangkuna séwang-séwangan.

š{›

“Masa depan Ari masih kénéh jauh, Ari mah pan ku Mamah jeung ku Papah rék di kuliahkeun!” Papah unggeuk ngayakin­keun omongan Mamah.

Kuring bati ngeluk tungkul diomongan kitu téh, bari haté norowéco. Arifin panyileukan urang téh ngan saukur patamor­gana.

“Ari, di kampus engké bakal loba lalaki nu leuwih kasép, berpendidikan, jeung beunghar batan Arifin, nu ngan saukur tukang kuli pabrik, rék di kamanakeun atuh harga diri kulawarga urang, mun boga minantu ka kuli pabrik!” aya nu nan­ceb, peurih karasana kana haté.

“Mamah yakin, Ari bakal kaduhung mun terus deukeut jeung éta lalaki” Mamah bangun nu teu capé nyeuneuan haté kuring sangkan ngajauhan Arif.

“Mah…”

“Masa depan Ari bakal cerah, mun Ari nurut kana kahayang Mamah jeung Papah!” biwir mani asa hésé rék ngabéla, ngadon kapiheulaan ku cimata. Naha atuh kuring bet dipanggihkeun jeung manéhna lamun rék dipisahkeun? Naha geuning harga diri bét leuwih luhur ajénna batan kakuatan cinta? Naha di dunya bet aya nu ngabédakeun antara nu beunghar jeung nu miskin, apan hareupeun Alloh mah kabéh gé sarua. Naha, Mah.

“Jung ayeuna mah geura siap-siap, pan isukan rék indit, tong mikiran deui éta lalaki, rugi!”

Haté kuring ancur burakrakan, sabab kudu ninggalkeun ieu lembur, nu loba ngaguratkeun carita kuring jeung Arif, carita cinta nu ngalémbéréh na palataran sukma.

Ari jungjunan hate Akang, poé Minggu Akang maénbal di lapang desa, lalajo nya geulis! Hapé ku kuring digalentoran, diceung­ceurik­an.

Euweuh gunana dijawab gé, ngadon nyodorkeun jurang nu ngalungkawing antara harepan jeung kanyataan. Akang, Ari moal bisa deui lalajo Akang maénbal, Ari bakal ninggalkeun ieu tempat, ninggalkeun sagala impian urang salila ieu, hampura Kang, hampura…

Najan karasa beurat suku mah laju ngaléngkah, naratas kahirupan najan matak nyarugak kana haté. Di ieu kota, kuring mimiti muka kahirupan anyar keur impian kulawarga sangkan jadi PNS. Bener pisan ceuk Mamah jeung Papah, yén di kampus loba lalaki ti sa-Indonesia, malah luar nagri nu leuwih beunghar, kasép, berpendidikan batan Arif. Tapi naha éta rébuan lalaki téh euweuh hiji gé nu bisa mupus gurat duriat kuring ka Arif. Najan ku kuring geus sababaraha kali dipohokeun, sakali kuring mohokeun sarébu kali kuring inget. Runtuyan carita mangsa lawas narémbongan unggal rénghap, lir pilem nu diputer dina kongkolak panon.

Tilu taun ti éta, kuring kakara apal ti babaturan salembur nu kuliah ka ieu kota, yén ti saprak kuring indit Arif kagegeringan, nepi ka sababaraha kali asup ka rumah sakit. Malah geus sababaraha kali, saban manéhna cageur neangan kuring ka ieu kota, bari teu apal alamatna. Da kulawarga kuring mah maenya teuing méré alamat kuring ka manéhna. Apan ngahaja kuring dikuliahkeun jauh téh, sangkan pegat jeung manéhna.

Euweuh gunana, Rif, urang panggih gé, ari duriat urang moal ngajangélék mah, kalah ka nguyahan deui karaheut nu teu cageur-cageur. Mending pajauh bari nyawang ngalémbéréh­na duriat urang ka lebah mana, susuganan eunteup di hiji panyi­leukan urang.

Geus lima taun urang teu panggih, tapi anjeun tetep hirup dina haté kuring, lir mustika ati nu nyaangan peténgna haté. Najan raga pajauh tapi haté tetep padeukeut, pada-pada cuma­rita katresna séwang-séwangan.

Ayeuna impian kulawarga kuring geus tinekanan. Kuring geus jadi PNS di hiji SMA di ieu kota, bari ngeureuyeuh kuliah S2. Impian anjeun gé nu hayang jadi béntang lapang geus tinekanan. Tangtuna éta téh ladang kapeurih jeung katulaténan anjeun salila ieu. Kuring remen ningali anjeun dina layar tipi, padah ngagorowokan, padah muji, pada…..

š{›

“Goool…!!!” koréjat asa kagareuwahkeun.

“Bu, Arifin ngalebetkeun deui!” haté bungangang, kontan kuring ngodok hapé dina pésak, tuluy mencétan tombol: Hatur nuhun, dua goalna! Geus nyieun éta kalimah langsung dikirimkeun ka nomor08522222xxxx, nomer manéhna baheula. Teu ngaharepkeun jawaban, sabab SMS-na gé pending.

Rét kana jam nu meulit na pigeulang, jam satengah lima soré. Sapuluh menit deui jam pelajaran rengsé, hartina pertandingan gé rengsé. Acara penting katinggalkeun, tapi teu pati hanjakal sabab mélaan acara nu leuwih penting. Ayana murid jadi bagian tina hirup kuring. Gandéngna, seurina, baongna jadi pangupa jiwa enggoning nyukcruk pait peurihna kahirupan.

Barudak mani raéng ari nyanghareupan waktu balik mah.

“Kempelkeun tugasna!” ningali murid geus maréréskeun bukuna.

“Bu aya nu teu acan kapendak waleranana?” Nurdin mukaan kénéh sababaraha buku sumber.

“Teu kedah kapendak sadayana, nu penting mah ngartos!” témbal téh bari nyokotan lembar jawaban nu dikumpulkeun ku murid.

“Bu, atosan maénbalna!” Kurniawan nyoplokkeun hédsét.

“Horééé… Maung Bandung meunang euy!!” barudak surak.

Kuring seuri, bari ngodok hapé nu karasa ngageter.

Klik, message dipencét.

Sami-sami Umi, dua goalna kado tepang taun kanggo istri Abah nu satia.***

Carita Pondok Enang Rokajat Asura

Kuring teh kudu kawin, memang geus pada apal. Geus nyarahoeun ngarah teu saumur-umur jadi bujang bulukan cenah ceuk Ema mah. Deuh … rek kawin, cekeng ngageuhgeuykeun diri sorangan. Mun tujuanana ngarah teu jadi bujang bulukan, wajar jeung pantes mun nu kaimpleng ukur oyagna ranjang, sepre weuteuh, guguling hirup jeung lalampahan ka nagri implengan nu tas wates wangena. Terus unggal peuting nepi ka isuk-isuk aya bukti dina sepre keur pintonkeuneun ka mitoha. Lebah dinya ngan ukur manggihan dua alesan, naha manehna nu peutingna sare jeung kuring masih weuteuh atawa urut batur. Teu jadi sual naha rek kajadian peutingan kahiji, kadua, katilu, kaopat … teuing rek peuting nu ka sabaraha. Heueuh mun tea mah kawinna kuring ku alatan nu kararitu, ku alatan simbol-simbol dunya, asa teuing ku leutik nu ngaranna dunya. Biheung ngan ukur meunang peunteun enol mun disaring ku saringan agama mah.

Kuring teh kudu kawin, memang geus pada apal. Meureun ngarah kuring jadi lalaki langit lalanang jagat. Ngarah engke boga anak, hiji … dua … tilu, teuing rek sababarha teu jadi masalah. Nu penting asal boga budak. Boga turunan nu rek neruskeun garapan nu can anggeus kapigawe. Nepi ka hiji waktu kuring nombro, cicing di panti jompo, terus manehna nu masih keneh halabhab ku kaayaan teh maen serong jeung tatangga atawa jeung tukang kiridit nu unggal minggu sok ngulampreng ka hareupeun imah. Heueuh, mun kawin bari tungtungna ka dinya, asa teuing ku bangga. Heueuh, bangga ninggalkeun budak nu soleh dina waktuna kuring geus nombro tapi oge bangga lamun kudu mere kasempetan keur pamajikan nyieun laku maksiat gara-gara umur kuring jeung manehna ganjor kacida.

Kuring teh kudu kawin, memang geus pada apal. Tapi waktu ditanya saha panganten awewena, geuningan bet ngabigeu. Boa-boa panggung teh ukur pepedut, ngeungkeungna degung ukur angin, sabab sketselna ngan saukur dahan-dahan garing. Tamu nu sami rawuh ngan tungkul teu wani ningali beungeut. Waktu gedong tempat resepsi dibuka, para tatamu teh narangtung ngaleut laleumpang ka hareup siga sireum nu ngantay panyangkana di hareup aya gula keur lamotaneun. Geura sok pikiran, naon pijadieunana, kumaha pibalukareunana mun nu dipaksa kudu kawin ku alatan sieun jadi bujang bulukan, mun can aya panganten awewena tangtuna ukur dongeng-dongengeng keur ngabobodo budak cengeng.

Nu matak samemeh jadi pesta, sok gancang datang ka dieu jungjungan, nangtung di dieu, Sing deukeut sing geugeut. Teu nanaon antep sakeudeung tatamu nu keur anteng tarungkul, ngarah engke waktu tanggah katingal calawak kaget, sabab geuningan anjeun jungjunan pupujaning ati kuring geus nyampak di gigireun. Bae kapan hukum alam ge geus mere palajaran ka urang, satungtung panon poe meletek ti beh wetan kapan jelas euweuh nu mustahil. Keun antep sina saroak, ngoceak, awur-awuran siga daun jati mangsa katiga tea geuningan. Keun engke mun anjeun yakin geus aya di gigireun, kuring rek nangtung dina tempat nangtungna MC ayeuna, urang biantara. Meureun kieu cekeng teh:

“Hadirin nu sami rawuh dina ieu acara, nepangkeun ieu calon pun bojo, Nurani. Ngahaja sanes milih Tuti margi tina ratusan Tuti teu aya nu apaleun saha ari kuring. Oge sim kuring teu milih Susi, sabab saukur-ukur nepangan Susi nu apal kalahka batur lain diri sim kuring. Mangga nyanggakeun ka sim kuring sakalih, sing tiasa ngojayan kahirupan bari cacap meuntas ka basisir nu jadi tujuan.”

Tah kitu jungjunan biantara Akang teh. Mugia anjeun rengat galih, mun dina panungtungan nyarita rek ngenalkeun di mana urang tepung, naon nu matak urang bisa ngahiji. Sok sanajan teu pati galib jeung kalolobaan acara walimahan, kajeun teuing, sabab kapan dina hiji mangsa mah nu ngaranna teu galib teh eta pisan jalan nu lempeng tea.

***

Eta-eta kalahka ngalamun. Ieuh hirup mah teu cukup ku ngalamun, tapi kedah bari sareng prakna. Mun hayang jadi guru, kudu prak sakola guru, sabab lamun ukur ngalamun komo bari teu ngiring ujian guru, na iraha bisa jadi guru.” Ema ngagorowok ti patengahan waktu ningal kuring keur anteng ngalamun. Enya, puguh lucu kapalay anjeunna teh. Maksa nitah kawin ayeuna-ayeuna, tapi unggal nyodorkeun awewe, basana teu panuju bae. Cing cenah neangan teh anu bener, ngarah kami tenang ninggalkeunana.

Waktu mawa Imas, anak bandar jengkol di Pasar Dangdeur, ema ukur keom. Pedah eta buuk Imas tukung. Majarkeun teh teu panuju, maenya piminantueun ema turundul siga hayam sesa macokan. Padahal kuring mah geus pol ka manehna teh, lian ti moal era mamawa da puguh beungeutna mah geulis, jaba kapan nyakola. Sanajan teu rengse jadi sarjana kaburu kagembang ku dagang, asana pikeun batur hirup mah manehna geus moal matak nguciwakeun. Pareng mawa Dedeh, urang Jatayu. Ema keukeuh mugen ukur keom jeung teu mere budi. Pedah eta waktu barangdahar kadenge ceplakna. Basana teh digoreng-goreng oge urang teh turunan menak, kumahaeun teuing benduna uyut Suryaningrat, boga buyut daharna ceplak. Waktu dibejakeun ka manehna, jetetet Dedeh baeud. Majarkeun, na usilan teuing, biwir-biwir didieu naha make kudu dimasalahkeun. Bolay deui bae ahirna mah.

Waktu panceg umur kueing 35 taun bari can jelas iraha rek kawin, malem minggu ngan cicing di imah da puguh teu boga kabogoh, ema katingal siga anjing tutung buntut. Saminggu ti harita tara-tara ti sasari. Haji Maslan nepungan, ngajak ngbrol bari sagala ditanyakeun. Dakuna mah hayang dipangomeankeun telepisi cenah pedah gambarna sireuman. Teuing apaleun ti saha kuring sarjana elektro. Tapi waktu dititah dibawa telepisina, basana teh engkin bae cenah. Nya ahirna wakca boga bibit, payus jeung Gagan mah cenah.

Song mikeun potret, budak ngora kakara tamat SMA. Geulisna mah geulis, make tiung, jeung sorot matana mah sorot budak bageur. Tapi waktu pirajeunan ngulampreng ulin ka imah Haji Maslan tea, euleuh geuningan aya ku wanian. Jaba ti noroweco ngajak ngobrol, tungtungna nanyakeun naha geus boga imah atawa acan, sababaraha gajih ayeuna. Kuring ukur nyenghel, asa nararingnang puguh ge. Kakara tepung geus wani nanyakeun nu sifatna pribadi samodel kitu. Waktu dibejakeun ka Ema, jetetet baeud asa dihina cenah. Pret … teu diteruskeun ngadeukeutan, eukeur mah kuringna sorangan geus asa dipeupeuh hulu angen.

Urusan neangan jodo diteruskeun. Ema usaha neangan, kuring sarua teu cicingeun. Ngan waktu balik gawe, ema hegar nakeranan katingalna teh.

“Lamun enya eta teh lain ukur implengan hidep, Agan, Ema rido jeung asa cop kana hate.” Pokna waktu kuring kakara ngagantungkeun baju kana tempatna.

“Naon tea maksa Ema teh?”

“Enya, eta, Neng Nurani. Iraha rek ditepungkeun jeung Ema?”

Gebeg. Sajongjonan mah kuring ukur colohok. Na apaleun ti saha ari Ema ka awewe nu salila ieu ngeusian buku diary kuring? Geus lila wawuh jeung manehna teh. Ti tingkat hiji keneh. Geus belasan taun. Tapi kapan Nurani mah ukur ngaran dina implengan, euweuh, euweuh di kieuna.

“Kumaha? Geuningan kalahka ngabigeu Gagan mah? Naha tos putus atawa direbut batur?”

“Henteu, Ma! Maksad Gagan teh …”

“Tong seueur perhitungan, kumaha ieu teh naha rek ngadagoan bulukan? Kieu we ceuk Ema mah, Agan siap-siap, atuh Ema rek nepangan Kang Hidayat. Urang ngetang heula iraha cocokna.”

Obrolan teh ngabuntut bangkong sabab Ema kaburu ngaleos ninggalkeun kuring nu masih buntu laku. Enya kumaha pibasaeun atuh ka Ema, naha bakal percaya lamun kuring nyaritakeun yen sabenerna Nurani teh ukur ngaran implengan, ngan aya dina alam sawangan wungkul.

Waktu kadenge panto hareup ngolotrak dibuka, kuring gentak tibuburanjat kaluar ti kamar. Enya we, Ema geus seged dangdan. Enyaan lain akon-akon. Sugan teh ukur babasaan wungkul.

“Ke sakedap, Ma. Saena tong waka ka Uwa Hidayat ayeuna. Emh … maksad Gagan teh …”

“Har … na saha nu rek ka Kang Hidayat? Ema mah rek ka Nyi Karsih pesen sayureun. Si Samroh geus jamedud bae geuningan, bungbu-bungbu kurang cenah.”

Plong hate bungah bungangang. Bari ngelemes nyeungseurikeun diri sorangan, kuring balik deui ka kamar neruskeun deui implengan. Enya, sanajan alesan sieun jadi bujang bulukan, atawa ukur ngahalalkeun keur sapatemon umpamana, tapi sual kawin lain urusan heureuy. Teu nanaon lamun ayeuna kuring maksa kawin, kajeun teuing pegat isuk ceuk babasaan, nu penting asal Ema sugema. Asal kuring boga status geus rumah tangga, asal teu jadi bujang bulukan. Nu matak rebun-rebun keneh kuring geus miang, bebeja mah aya orderan di luar jam kerja nu matak kudu gancang direngsekeun. Ngan samemeh miang talatah heula ka Ema ngomat-ngomatan sangkan tong waka midangsaraya ka Uwa Hidayat.

Biur miang make mobil kantor, nu dijugjug imahna Nuning di Cipanas. Batur kuliah baheula nu sarua masih keneh lalagasan cenah. Lain teu payu ngan beurat teuing sarat-saratna, jeung deui rada ngeper we lalaki kitu-kitu bae mah. Enya jaba ti sarjana teh, Nuning boga vila anu disewa-sewakeun ka urang bule jeung ku pribumi nu resep pelesir malam mingguan di puncak, malah ayeuna geus ngarangkep jeung agrobisnis di Citamiang. Kabeneran manehna ngantor. Uplek ngobrol puguh geus lila teu tepung.

“Jadi tulus atuh meunang gelar bujang bulukan teh?!” Nuning heureuy.

“Nu matak tulungan saya, Ning. Please! Kajeun isukan pegat oge teu nanaon, nu penting ema sugema.”

“Gelo maneh mah! Memangna rumah tangga teh keur saheureuyeun. Embung ah sayah mah.” Nuning ngabirigidig.

“Naha? Kapan ukur dirapalan. Peutingna mah teu kudu sare bareng, saya ge moal ngaganggu. Jeungna deui urang dieu mah moal apaleun. Kapan jauh jarakna oge.” Kuring keukeuh maksa.

“Embung! Sakali embung, embung!” Nuning teu sirikna burial buncelik nembongkeun kaambek. Tapi kuring teu eleh jajaten. Waktu kuring nyaritakeun kajadian sakitu belas taun ka tukang, waktu tas beres mapras, manehna melengek. Lalaunan panonna beureum marengan pipina nu sarua nyeak beureum.

“Hampura, Gan, kuring memang kungsi kahutangan nyawa, tapi bangga lamun kudu mantuan kahayang anjeun baheula.” Pokna dareuda.

“Enya, teu nanaon lah! Da maksud kuring ge lain rek ngagugat kajadian baheula, nyarta kitu soteh eta mah ngan ukur hayang mulangkeun panineungan bae.” Cekeng teh teu bisa terus maksa. Obrolan teh ngacacang ka mana-mana, sagala dibahas sagala diobrolkeun. Cacap ngobrol, biur deui balik terus ka kantor. Kakara rengse gawe teh jam sapuluh peuting. Datang ka imah lungse asa euweuh tangan pangawasa. Ngan nu matak leuwih lungse waktu di hareupeun imah aya mersi ngabagug, mersi seri E anyar keneh. Di jero kabireungeuh aya nu keur ngobrol, ngan teu pati sidik da nonggongan. Lalaunan nyurungkeun panto bari uluk salam. Ema ngabageakeun darehdeh nakeran.

“Tah geningan Neng Ani, dongkap Agan teh.” Cenah bari ngareret ka kuring. Nu disebut Neng Ani malik bari unggeuk semu era. Gebeg kuring ngagebeg, jajantung asa coplok, geningan nu keur uplek ngobrol teh Nuning. Kuring yakin manehna ngaku ngaran Nurani siga nu kungsi diobrolkeun tadi isuk di kantorna. Ema ngaleos ninggalkeun kuring duaan.

“Aya naon?” cekeng.

“Saya nu rek menta tulung. Isukna urang kawin.” Cenah daria nakeranan.

“Geuningan? Ke ke ke kumaha ieu teh?”

“Daripada ka Datuk Maringgih, jaba dipangduakeun, mendingan ka anjeun, kajeun geus bulukan tapi angger aya kasebutna bujangan keneh.”

“Nu bener, Ning?!”

“Swear, serius!”

“Naha ka Ema ngaku Neng Ani?!”

“Kapan ceuk anjeun, ema bakal satuju lamun anjeun kawin jeung Nurani.”

Kuring nyakakak puguh asa dina sandiwara. Tapi sigana isukan mah moal ngalamun deui yen kuring rek oleng panganten.

(copas)

Kamis, 16 September 2010

BEST FRIENDS

Pada suatu hari ada 2 orang cewek yang bersahabat , dan ada juga 2 orang cowok yang bersahabat pula . Cewek cewek itu bernama Chacha , Riel , dan cowok itu bernama Fuzi dan Vano . Suatu ketika Riel sedang terburu buru datang ke sekolah , ia berlari kencang tanpa melihat sana dan sini , tiba tiba saat keluar perbatasan komplek untuk naik angkot , ia berpapasan dengan seorang cowok . “aduh ,”sahut Riel , “aduh , maaf ya , gw ga sengaja ?”kata Vano,”Oh iya ga apa2 kok ,waduh baru sadar, aku harus skolah , bye !”ingat Riel.Saat Riel hendak berlari tiba tiba Vano menahan Riel.”Tunggu , lo mau skolah ? dimana ? biar gw anter , kebetulan gw baru di jakarta.”ajak Vano.”Ya udah ayo aku terlambat!”kata Riel.Vano pun berlari mengambil motornya,akhirnya mereka pergi ke sekolah Riel, tibanya di sekolahan Riel, Vano terlihat kebingungan, “knpa km ? sekolahnya aneh ya ?”kata Riel, “eh ga kok, km kenal Fuzi ?”kata Vano. “Oh km temennya si Fuzi , kok km baik ga kaya si Fuzi , sebel gw!”kata Riel.”Haha , bisa juga lo panggil gw-lo , kirain lo anaknya alim , ia gw sahabatnya Uzi , gw Vano ,”kata Vano. “Waduh telat , eh dah dulu ya bye ! gw Riel !” berlari menuju kelas.Vano pun pulang ke rumahnya.

Di kelas Riel terlihat kecapean , Chacha sahabatnya heran “heh lo knpa ? di kejar serigala ?”canda Chacha, “Lo itu ya , udah tau gw cape , lari dari komplek ke dpn , eh di dpn gw jatoh lagi , terus dari gerbang ke kelas gw lari , aduh cape “jelas Riel, “Ril , ril , ada2 aja lo ya !”senyum Chacha . “Eh cha lo tau ga , tadi gw ktemu ma sahabatnya Fuzi , gila baik banget , ga kaya si Uzi , jauh banget !”cerita Riel ,”Ril , sebenernya si Uzi juga baik tau , lo nya aja cuekin dia mulu , ya jadi kaya gitu deh ,”kata Chacha, “Terserah lah , eh loh kok blom masukan ? udah jam setengah 8 nih !” heran Riel , “Ya iyalah bu , orang masukannya sekarang jam 8 ! “ tawa Chacha. Tak lama dari itu Ibu kepala sekolah datang , “Pagi anak anak , sekarang kelas 11-1 dapat teman baru , “kata ibu kepala , “hay teman2 nama saya Vano putra , saya pindahan dari Amerika , saya pindah karena ayah saya sekarang bertugas di Indonesia dan kebetulan keluarga saya asli Indonesia,”kata Vano.Riel terlihat sangat kaget melihat Vano , “Ya sudah ibu tinggal dulu ya Vano, selamat bergabung,”kata Ibu KepSek.Vano hanya tersenyum , “Hay , lo pindah juga Van , sini sama gw!”kata Fuzi, “Ia zi , gw jadi pindah , bokap gw jadi tugas di sini “kata Vano . Bel masuk pun berbunyi , mereka belajar dengan tertib . 5 jam terlewati oleh anak anak kelas 11-1, kemudian mereka hendak pulang , saat Riel dan Chacha sedang membereskan buku , Vano menghampiri mereka , “Eh Ril , lo disini juga!”kata Vano, “Ia van , eh ngapain lo ajak Uzi kesini , sebel gw !”kata Riel. “Lo kenapa sih , gg mau temenan ma Uzi ?”heran Vano, “ia , tau nih riel , ril bisa2 nanti dia malah jadi sahabat lo tau ,”canda Chacha.”Ah lo cha , van , diem deh gw juga sebel ma dia , amit2 deh , pnya shabat jutek kaya dia ,”kata Fuzi.”udah lah , lama2 gw yg pusing , cha, ril, gw tinggal ya bye , zi ayo!”kata Vano sembari pergi.

Di rumah Chacha , ia menelfon Vano, “hay van , sibuk ?” ,,,”Hay juga cha , engga kok, da pa ?”,,,”Van , gw ga tahan liat Riel ma Uzi berantem mulu , apalagi gw jadi sasaran marahnya , “,,,,”Hemmm, sama cha , baru gw sehari disini , dia udah ngomel ma gw , pdhal Riel baik ma gw “,,,”Iah van , Uzi juga baik ma gw, eh gmna klo kita bikin rncana ?”,,Chacha pun memberikan rencana , Vano sepertinya setuju , mereka mulai menjalankan rencana besok pagi.Keesokan harinya di sekolah , saat pelajaran olahraga , guru pembimbing mengadakan perkemahan khusus bagi kelas 11-1 , tiap kelompok ada 2 tenda dan terdiri dari 4 anggota , kebetulan Chacha , Riel satu kelompok dengan Fuzi , Vano . Dan tentunya dengan tenda berbeda. Saat di tempat perkemahan , seperti biasa , Riel dan Fuzi sangat cuek , ketika sore hari , guru pembimbing menyuruh anak anak mencari kayu bakar , tiap tiap kelompok ada perwakilan 2 orang yang mencari .”Riel , lo cari kayu bakar ma si Uzi oke !”kata Chacha, “Apa ? ogah dah , lo aja !”kata Riel , “Ya udah , yu Van”kata Chacha , “Eh apa apaan , lo ma si Vano, enak aja gw ma si nenek sihir berdua”kata Fuzi, “Gw aja deh ma Vano”kata Riel , “gg bisa , mau lo ma Fuzi yg nyari , atau gw ma Chacha ?”kata Vano , “Ya udah gw nyari , tapi klo si nenek gg mau , jgn salahin gw”kata Fuzi, Riel terpaksa mencari kayu bakar bersama Fuzi , sepanjang jalan mereka selalu bertengkar , cuek cuekan.

Tak lama dari itu Riel sepertinya terpeleset hingga hampir masuk jurang , saat ia terpeleset , ia memegang kaos Fuzi , Fuzi sempat sebel , tapi tak lama dari itu , kaos Fuzi sobek , untung ada dahan pohon , Riel dapat memegang dahan itu, ketika Riel berteriak, Fuzi pun menoleh “Ril , lo kenapa sih ?”panik Fuzi , “Zi tolongin gw , Fuzi , tolong”menangis Riel.”Riel , lo harus bertahan , pegang tangan gw ril ,”kata Fuzi , Riel mecoba memegang tangan Fuzi , tapi yang terjadi , Riel jatuh ke dasar jurang , ia pingsan , dengan benturan di kepala nya , Fuzi berteriak dan menangis ,”Riieeellll , lo harus bertahan disana , riel lo denger gw kan ?”panik Fuzi, tapi Fuzi tidak mendengar suara Riel , ia kemudian memaksakan diri untuk terjun ke dasar jurang. Sesampainya di dasar , Fuzi melihat Riel yang pingsan , ia mencoba mengeluarkan Handphone-nya , “huh untung ada sinyal ,”lega Fuzi , Ia mencoba menghubungi Chacha , “Halo , ada apa zi , lo berantem , udahlah cepet ke tenda ?”kata Chacha , “Halo cha , Chacha , lo harus cari gw ma Riel , Gw di dasar jura…..,”panik Fuzi , tapi telefon terputus ,”Sial , sinyalnya ga ada !”kata Fuzi ,”Ril , lo sadar ril , lo harus sadar , “kata Fuzi , “Fu…fu..f.u.z.i ?”gugup Riel,”Riel ? lo sadar ? Riel lo sabar ya ? semoga bentar lagi bantuan datang ?”kata Fuzi sedikit tenang , “Zi , lo ngehawatirin gw ? kenapa lo ga ngebiarin gw mati ? pdhal gw udh jhat ma lo zi ?”kata Riel menangis ,”Ril , lo harus tau , meski di dpn lo gw sinis , jhat , sebel , tapi gw nganggep lo shbat gw ril , mungkin persahabatan itu ga selama nya berawal dari kegembiraan,”kata Fuzi , “Makasih zi ,lo nganggep gw shbat lo ,gw seneng punya sahabat kaya lo”kata riel , “Ya udah lo jgn nangis dong , “kata Fuzi sembari menghapus air mata di pipi Riel.Tak lama terdengar teriakan Chacha, Vano dan yang lainnya.”Ril , suara chacha ,”kata Fuzi “Vano ? Chacha ? gw disini ?”teriak Fuzi , Akhirnya mereka menemukan Fuzi dan Riel , “Riel lo ga apa2 kan?”panik Chacha , “Udah jgn nanya dulu , Riel ga bisa jalan , kasih satu tambang tali aja , biar Riel gw gendong ,”kata Fuzi , Akhirnya mereka sampai diatas , Chacha memeluk Riel , Riel sedikit terlihat tenang, “Zi lo ga apa2 kan ?”cemas Vano, “ga van , tenang aja , ya udah kita balik ke tenda dulu,”kata Fuzi , Mereka pun pergi menuju tenda .

Keesokan harinya , Fuzi sudah terlihat segar kembali , ia dan Vano menuju tenda Riel dan Chacha .”Good Morning, my friends ? How are you ?”kataFuzi , “Cielah bahasa lo , gw aja yang lama di amerika , ga gitu gitu amat deh ,”kata Vano , “I’m fine , thank you !”kata Riel . “Wah kayanya ada aroma baikan nih van ?”kata Chacha , “Hemmm, lebih tepatnya aroma persahabatan ?”kata Vano , “Tepatmya , perasaan gw , disini Cuma ada aroma bakar ikan deh ?”kata Fuzi , “Ya elah , bakar ikan sih emang ada , tuh anak anak lagi bakar !”kata Chacha , “Cerita dong , kok bisa baikan ? pake acara my friends lagi ?”kata Vano ,” Vano , Chacha , gw emang udah baikan ma fuzi , gw sadar gw salah udah benci ma dia , ternyata benar apa kata lo cha , fuzi itu baik , hhe .”cerita Riel , “eitz , ga segampang itu , lo harus balikin baju gw yang robek kemaren ,” canda fuzi , “ah , ga elit , ya udah marahan lagi L “ kata Riel , “ iya deh , senyum donk my best friend J “ “eheemmm, sahabat sejati selamanya “ kata Vano&Chacha , “Best Friends “ Ucap Vano&Chacha&Riel&Fuzi

BEST FRIENDS


#NB : Tolong di coment ya , bagus tidak nya , jika bagus saya akan post cerita saya yang lain , makasih all :)